Minggu, 28 Juni 2009

Beban Jiwa Nike Ardilla



Masih terbayang dalam ingatan, pertemuan dan perkenalan pertama kami pada acara launching saat coffee break di sebuah hotel berbintang di Jl.Sudirman, Jakarta. Penampilannya sungguh lain, kekanak-kanakan dan polos, khas remaja dengan kemanjaannya. Lain dengan klipnya Bintang Kehidupan, atau pun Seberkas Sinar yang telah mengantarnya ke puncak ketenarannya. Di video klip itu Keke terkesan dewasa.

Keke, demikian Nike Ardilla lebih suka dipanggil. "Akrab dan tidak berjarak," katanya. Pertemuan pertama yang memberi kesan Keke anak yang supel, mudah bergaul, dan cepat akrab. Di luar itu, rasanya tidak jauh berbeda dengan pergaulan khas anak muda-remaja metropolitan lainnya. Pergi shopping, pesta, ke diskotek atau hura-hura sewajarnya.

Sesudah itu cukup lama kami tidak bertemu lagi, namun masih sempat juga (disempat-sempatkan mungkin) Keke menghubungi saya ke kantor per telepon. Berbicara apa saja, berkeluh apa saja, tentang sekolahnya tentang pacarnya, demikian juga dengan rencana rencananya. Sering kali ia mengeluh pusing dan capek. Mungkin karena kurang istirahat, atau pekerjaannya yang telah mengubah siklus tidurnya. Namun semuanya harus dijalaninya,

karena itulah profesi yang telah menjadi pilihan hidupnya. *iya, tapi tetap harus memprioritaskan kesehatan! Saya jarang menyarankan Keke untuk mengobati rasa pusingnya dengan obat. Saya menganjurkan biasanya hanya sebatas agar Keke menyempatkan dan memanfaatkan waktu istirahat sebaik-baiknya. Istirahat disela syuting atau sepulang rekaman, yang terkadang sampai larut malam. Sering saya tekankan, obat bukanlah cara yang paling baik dalam mengatasi sakit, namun hanya merupakan pilihan yang paling cepat. Artinya, untuk mengatasi sakit sebaiknya dengan menghidari faktor pencetus atau sedapat mungkin menghindari factor predisposisinya. Obat sebaiknya hanya dijadikan alternatif terakhir, sesudah berusaha dicoba dengan cara lainnya. Dengan penjelasan saya itu, ia menurutinya. Disatu sisi Keke memang terkadang bandel, namun dia tetap anak manis yang penurut.

Perjalanan karir kian melambung. Seperti umumnya publik figur, gossip, di sekitarnya pun mulai bertiup. Itulah yang sering dikeluhkannya. "Sekarang tidak ada lagi privasi saya yang tidak diketahui umum," katanya suatu kali. Itulah resiko, kata saya. Ketenaran yang didapatkan, sepertinya harus diimbangi dengan keikhlasan untuk mau menjadi milik umum, milik penggemarnya. Egonya harus dikalahkan, karena memang ia dibesarkan publik. Dan itulah bagi Keke yang dikatakannya sebagai keadaan yang paling tidak siap dihadapinya.

Rencana Besar
Saya masih dapat memahami keluhannya. Usia yang relatif muda, masih menyisakan gaya remaja dengan segala tuntutannya. Gejolak jiwanya yang terkadang menggelora, masih dapat saya pahami. Suatu saat pernah Nike bertanya, benarkah popularitas demikian besar akibatnya?. Ya!, benar Keke. Popularitas memang demikian. Banyak orang ingin mendapatkannya. Sangat sulit untuk meraihnya, namun lebih berat menanggung bebannya. Demikian juga dengan apa yang telah kamu dapati. Dan kamu harus merasakan itu semua. Itulah jalan hidup yang kamu pilih.

Keke juga sangat takut dengan ramalan orang ia akan berumur tidak panjang. *kok sama kayak Sukma Ayu, katanya dia pernah juga tuh diramal, end dia bilang sama Farid (Onky), "aduh, jangan ngomongin peramal deh!, coz gue pernah diramal nggak enak! Pokoknya nggak enak banget deh!

Itulah yang menimbulkan stress berkepanjangan cukup berat. Tuntutan pekerjaan yang harus profesional, dan bayangan sendiri tentang ramalan itu yang terkadang dilebih-lebihkan, menjadikannya seperti mengalami depresi. Sehingga sangat saya salahkan, ketika Keke mencoba nekat minum obat penenang (anti-depresan), entah darimana didapatkannya. Namun itu tidak sampai berlangsung lama, karena seringkali ia datang ketempat saya dan saya sarankan untuk menghentikan kebiasaan itu.

Saya juga tidak tahu mengapa Keke begitu percaya pada ramalan. Dan saya pun tidak segera juga dapat meyakinkannya, itu hanyalah sekedar ramalan yang jangan dipercaya. Apapun yang dipikirkannya, yang jelas sesudah itu Keke makin terlihat sering berkeluh, meskipun diluar itu nampaknya biasa saja. Tetap periang, hura2x ke disko, seperti tidak ada ganjalan apapun. *biasanya orang yang punya masalah, ya kayak gitu.

Apa yang dilakukan khas anak seusianya, dengan kemudahan terlalu dini diraihnya. Semua itu merupakan beban psikologis tersendiri, di samping beban profesinya. Ini semua turut serta berpengaruh bagi perkembangan kejiwaan Keke yang malang melintang di dunia showbiz megapolitan Jakarta yang terkenal ketat tingkat persaingannya.

Saya masih ingat dengan rencananya, ketika ingin mendirikan sebuah tempat pendidikan bagi anak kurang mampu. Wujud kepeduliannya bagi sesama, dengan menyisihkan pendapatannya. "Biarlah mereka ikut merasakan hasil keringat saya, toh mereka ikut membesarkan saya". Terharu rasanya saya mengingat itu semua, dengan semuda usianya Keke ingin berbuat sesuatu. Dan nyatanya "proyek sosial" itu semua telah diwariskan sebagai sesuatu yang sangat berharga.

Tidak ada komentar: