KECELAKAAN mobil yang menimpa diri penyanyi populer dan pemain film/sinetron Nike Ardilla Minggu dinihari bisa menyiratkan berbagai hal. Yang paling menonjol adalah kelelahan fisik korban. Urutan kronologis peristiwa sebelum kecelakaan terjadi seperti yang dituturkan sahabat Nike, Sofiatun Wahyuni, yang dimuat seluruh harian kemarin bisa menyiratkan kesimpulan itu.
Setelah rekaman gambar sinetron Warisan II yang berlangsung beberapa hari, Sabtu jam 20.00 malam Nike dan sahabatnya itu pulang ke Bandung. Sampai di rumah pukul 23.000. Setengah jam kemudian mereka pergi untuk memenuhi janji mengikuti acara wajah sampul yang dilaksanakan sebuah majalah Ibu Kota. Ternyata acara sudah selesai. Lalu mereka menjemput teman pengundang tadi di hotel dan pergi ke diskotik. Jam sudah menunjuk pukul 01.00 Minggu dinihari. Keluar dari diskotik pukul 03.00, makan di sebuah rumah makan, mengantar teman-temannya, dan... peristiwa nahas itu terjadi.
Kelelahan demikian ini tampaknya sudah jadi bagian kehidupan bintang yang belum lengkap berusia 20 tahun ini. Sejak sukses empat tahun lalu masalah ini sudah sering dikeluhkannya. Anak pegawai PJKA ini pada Januari 1991 - ini berarti pada usia 16 tahun - sudah kerepotan mengatur jadwal. Ia menangiswaktu menunggu rekaman di TVRI, karena keesokan harinya harus terbang ke Ujungpandang, lalu ke Bone, dan rekaman gambar film Olga sudah menanti di Jakarta.
Keluhan lain: "Maunya sih saya tetap sekolah seperti remaja seusia saya yang lain. Tapi bagaimana ya? Shooting film, rekaman dan manggung sudah cukup menyita waktu." Ini juga keluhan di awal 1991. Keluhan-keluhan ini muncul bersamaan dengan suksesnya. Dua tahun berturut-turut - 1990 dan 1991 - ia memenangkan penghargaan BASF Award karena jumlah kasetnya yang terjual.
Kemudian Nike seolah surut dari dunia nyanyi, dan lebih sering tampil dalam film dan sinetron. Kegiatan yang belum menunjukkan prestasi ini rasanya lebih karena popularitasnya sebagai penyanyi, meski beberapa sutradara mengakui bakat yang dimilikinya. Kehidupan pribadinya agak tertutup. Ia masih terus giat dan laris, tapi seolah tanpa arti khusus baik dalam dunia rekaman; film maupun sinetron. Ada sembilan film dan beberapa seri sinetron itu diperaninya.
NIKE mungkin jadi contoh dari sekian banyak sukses instan dari bintang-bintang muda kita. Kelelahan fisik agaknya juga menyiratkan kelelahan batin yang dideritanya. Beberapa waktu lalu ledakan dari kelelahan ini mulai muncul. Ia diadukan polisi oleh temannya sendiri dengan tuduhan penganiayaan. Suatu hal yang sebenarnya cukup mengagetkan, karena citra diri yang ditampilkan oleh media massa - secara sengaja atau tidak - adalah citra gadis cantik rocker dan saleh. Dua hal yang dalam pandangan umum dianggap bertentangan.
Ia memulai kariernya pada usia cukup muda, saat masih duduk di SD. Ia mulai mengecap sukses beberapa tahun kemudian pada usia sekitar 14 tahun. Industri seni massa yang bernama musik pop dan film tentu tidak abai. Mereka ramai-ramai memanfaatkan situasi itu semaksimal mungkin, karena usia sukses semacam ini biasanya juga tidak berlangsung terlalu lama, kecuali kalau ada semacam pengelolaan khusus yang dilakukan.
Pengelolaan semacam ini adalah sesuatu yang langka. Pada awalnya biasanya orangtuanya berperan besar. Tapi, tidak semua orangtua paham dan tahu sungguh-sungguh mengelola hal yang sebenarnya jauh dari pengetahuan mereka, kecuali kalau orangtuanya memang sudah berpengalaman di bidang itu. Belum lagi, kalau ternyata si naak itu lalu jadi gantungan kehidupan keluarga. Pengelola yang profesional juga merupakan hal langka di negeri ini.
Lama tidaknya seorang bisa bertahan pada dunianya tergantung pada bakat yang dimiliki, pengelolaan dan keberuntungan. Dari tiga hal ini bakat dan keberuntungan yang paling menonjol, sementara pengelolaan betul-betul tergantung pada pribadi-pribadi. Itu sebabnya begitu banyak bintang yang melesat dengan sukses instan karena kondisi situasional yang menguntungkan, tapi juga secepat itu pula menghilang. Rano Karno mungkin kekecualian dari yang sedikit itu, sementara nama-nama seperti Chicha Koeswoyo, Joan Tanamal yang waktu kecilnya membuat orang berdecak karena melihat bakatnya, sekarang nyaris tak pernah terdengar lagi.
PENGELOLAAN juga berarti membuat keseimbangan hidup dan kejiwaan anak berbakat tadi. Keseimbangan inilah yang paling sukar diperoleh. Dunia bisnis pertunjukan ini adalah dunia tersendiri, punya kaidah dan hukum sendiri, yang membuat orang di dalamnya dengan mudah terperangkap dalam keseimbangan hidupnya. Hal ini tidak hanya terjadi sekarang saat bisnis pertunjukan sudah menjadi industri, tapi juga sudah berlangsung waktu masih dalam taraf pengelolaan tradisional.
Istilah "anak wayang" yang berkonotasi negatif di masa lalu, menyiratkan adanya dunia tersendiri tadi. Mereka biasanya hidup dalam masyarakat tertutup, karena harus hidup berpindah-pindah. Keadaan tertutup itu sudah lebih terbuka sekarang, meski tetap ada batas ketertutupan tersendiri karena jadwal kesibukan mereka yang memaksa mereka bisa dengan mudah lepas kontrak dari kehidupan normal dan seimbang. Keluhan-keluhan Nike Ardilla di awah suksesnya bisa dipakai sebagai petunjuk.
Kalau keluhan ini dianggap benar, maka dia tidak jadi monopoli artis Indonesia. Dia berlaku umum. Meski tidak segawat Marilyn Monroe atau Michael Jackson, bintang cilik Macaulay Culkin yang sukses dengan Home Alone, dikabarkan juga menderita ketidakseimbangan itu.
Sabtu, 27 Juni 2009
Kecelakaan Nike Ardilla dan Pengelolaan Kesenian Massa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar